Kita sudah sering mendengar ceramah mengenai ciri puasa yang diterima Tuhan sebagai ibadah. Tapi kita jarang sekali mendengar ceramah tentang ciri puasa yang makbul secara medis. Padahal ini juga penting sebab bisa menjadi bukti bahwa puasa yang benar itu memang menyehatkan.
Parameter medis lebih mudah diukur daripada parameter spiritual yang abstrak. Kita sulit membandingkan ketakwaan Pak Yusuf dan Pak Mansur dengan skala angka. Tapi kita bisa membandingkan profil medis keduanya dalam versi sebelum dan sesudah Ramadan.
Beberapa parameter yang bisa diukur antara lain:
Ini parameter yang paling mudah diukur. Setelah puasa sebulan, berat badan seharusnya turun. Entah cuma 1 kg atau lebih. Bahkan orang kurus pun tetap akan mengalami penurunan berat badan walaupun sedikit.
Selama puasa, kita mengurangi makanan. Sebagai gantinya, tubuh membongkar cadangan karbohidrat, protein, dan lemak. Ketika massa lemak dan protein tubuh berkurang, otomatis berat badan pun turun.
Kalau setelah puasa sebulan ternyata berat badan kita tetap atau bahkan naik, itu berarti kita tidak mengurangi makan. Mungkin kita cuma memindah jadwal makan dari siang ke malam.
2. Profil kolesterol dan lemak darah
Selama puasa, tubuh terlatih membongkar cadangan energi dari lemak sembari tetap beraktivitas seperti hari-hari biasa. Secara tidak langsung ini akan memperbaiki profil lemak darah dan kolesterol. Perubahan ini hanya bisa dilihat jika kita melakukan tes darah sebelum dan sesudah puasa.
Biasanya kita hanya melakukan tes darah atas permintaan dan surat dokter. Kali ini kita bisa melakukannya mandiri di klinik laboratorium.
Kalau setelah puasa, profil lemak dan kolesterol tidak membaik, mungkin ada yang salah dengan puasa kita. Mungkin kita terlalu banyak makan. Atau mungkin kita cenderung bermalas-malasan padahal seharusnya puasa tidak membuat kita jadi malas beraktivitas.
3. Ketergantungan pada nikotin dan kafein
Kalau kita sehari-harinya merokok, biasanya kita mudah pusing di siang hari pada minggu pertama puasa. Tapi seiring lamanya berpuasa, tubuh kita menjadi lebih terlatih mandiri dan tidak begitu tergantung pada nikotin.
Hal yang sama juga terjadi pada kebiasaan minum kopi. Nikotin tembakau dan kafein kopi pada dasarnya sama-sama bukan nutrisi yang kita perlukan. Kita menjadi tergantung pada kedua zat ini karena kebiasaan. Tubuh kita beradaptasi terhadap kebiasaan yang kita lakukan dalam jangka lama.
Puasa adalah kesempatan untuk memutus ketergantungan itu. Istilah populernya, detoks. Pada akhir puasa, kita harusnya mengalami penurunan ketergantungan pada rokok dan kopi. Ukurannya adalah jumlah batang rokok dan cangkir kopi yang kita konsumsi. Jika sama sekali tidak ada penurunan, berarti kita hanya memindah jam merokok dan minum kopi saja.
4. Konsumsi obat
Beberapa jenis penyakit akan membaik dengan puasa. Misalnya sakit mag, kolesterol tinggi, dan diabetes. Kalau kita punya sakit mag ringan, biasanya pada minggu pertama puasa, saat sahur kita harus minum obat mag. Tapi seiring dengan lamanya puasa, tubuh akan terlatih dengan kondisi lambung kosong. Walaupun perut kosong, otak tidak akan menyuruh lambung mengeluarkan cairan asam karena sudah terbiasa membongkar cadangan energi dari luar lambung.
Biasanya di minggu kedua, kita sudah tidak perlu lagi minum obat mag saat sahur. Kalau selama puasa sebulan tidak ada perbaikan sama sekali, mungkin ada yang salah dengan pola makan kita. Mungkin malam harinya kita masih melampiaskan dendam lapar sampai lambung terlalu penuh.
5. Efisiensi pembakaran makanan
Banyak dari kita yang tanpa sadar sehari-harinya makan berlebihan. Lebih banyak dari kebutuhan gizi harian. Kebiasaan ini menyebabkan tubuh kita boros makanan. Tandanya, perut cepat lapar.
Puasa adalah kesempatan untuk mengoreksi ini. Jika dianalogikan dengan dunia otomotif, puasa adalah proses servis di bengkel. Sebelum mesin diservis, satu liter bensin hanya bisa menempuh 30 km. Begitu mesin diservis, satu liter bensin bisa menempuh jarak 40 km. Perbedaan ini terjadi karena mesin mengalami peningkatan efisiensi pembakaran.
Pembakaran makanan menjadi energi di dalam tubuh kita juga seperti ini. Puasa melatih tubuh kita efisien memanfaatkan makanan. Sehingga tubuh kita tidak mudah lapar. Makan sedikit saja sudah cukup. Kalau sehabis puasa kita tetap cepat lapar dan makan berlebihan, mungkin kita belum mengamalkan ajaran agama, “Makan-minumlah dan jangan berlebihan”.
Masak, motor sudah masuk bengkel kok bensin tetap boros?