Seorang bapak mencari sirup Apialys di sebuah apotek kecil di kecamatan pinggiran di Lamongan, Jawa Timur. Kebetulan stok sedang habis. Ia tidak mau diganti sirup multivitamin merek lain. Akhirnya ia mencari Apialys ke apotek di kota kabupaten yang jarak tempuhnya 3 jam pergi-pulang naik motor.
Padahal yang ia cari itu sekadar sirup multivitamin buat anak yang tidak doyan makan. Merek ini sebetulnya bisa diganti dengan merek lain. Tak perlu sampai susah-susah ke kota hanya untuk mencari suplemen seperti ini. Ada banyak pilihan merek. Lagi pula, urusan anak susah makan itu bukan semata-mata karena ia perlu minum suplemen vitamin ini dan itu.
Selengkapnya Bab Vitamin Penambah Nafsu Makan buat Anak.
Kasus serupa banyak terjadi selama masa pandemi Covid kemarin. Banyak orang mencari Enervon C sampai stoknya kosong di mana-mana. Pasien tidak mau diganti merek suplemen lain yang serupa. Mereka memilih mencari-cari ke apotek lain yang juga sama-sama kehabisan stok. Akhirnya mereka sampai membeli di toko online yang saat itu harganya selangit karena semua penjual sedang aji mumpung.
Padahal Enervon C hanya suplemen multivitamin biasa. Ada banyak pilihan merek lain. Tak perlu susah-susah masuk ke semua apotek.
Selengkapanya baca Bab Suplemen Multivitamin dan Vitamin yang Murah.
Fanatisme Adalah Penyakit
Merek obat sebetulnya adalah bentuk penindasan pabrik obat atas konsumen. Kalau kita fanatik terhadap merek, yang paling diuntungkan adalah pabrik obat. Sementara yang paling dirugikan adalah konsumen. Kalbe Farma akan sangat senang jika orang-orang fanatik dengan obat mag merek Promag. Begitu juga pabrik Mylanta.
Mereka yang sudah biasa minum Mylanta tidak mau kalau obatnya diganti Promag. Dan sebaliknya. Padahal Mylanta dan Promag sebetulnya sebelas-duabelas. Memang ada bedanya tapi tidak signifikan. Selengkapnya baca Promag vs Mylanta.
Di Indonesia, tiap tahun ada ribuan merek obat membanjiri pasar. Banyaknya merek obat ini sebetulnya sangat merepotkan. Merepotkan apotek. Merepotkan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Merepotkan Kementerian Kesehatan. Dan yang paling penting sebetulnya adalah merepotkan konsumen sendiri.
Kalau kita tidak fanatik terhadap merek, urusan obat sebetulnya sederhana. Kita sendirilah yang membuatnya jadi repot. Bayangkan saja, seorang bapak harus naik motor tiga jam hanya untuk mendapatkan Apialys, vitamin yang mestinya bisa diganti merek lain.
Kalau kita tinggal di kota besar, mencari merek obat tertentu mungkin tidak begitu sulit. Tapi kalau kita tinggal di kabupaten pinggirian, apalagi di desa, urusan merek bisa sangat merepotkan. Apotek di daerah kecamatan pada umumnya tidak begitu lengkap. Akan tetapi, walaupun tidak begitu lengkap, sebetulnya semua apotek sudah bisa melayani kebutuhan dasar kita terhadap obat.
Kalau kita sakit perut, perlu obat, dan fanatik terhadap merek, maka sebetulnya penyakit kita ada dua. Satu di dalam perut. Satu di dalam otak. Penyakit yang pertama mudah diobati. Penyakit yang kedua jauh lebih sulit.
Obat Generik vs Obat Bermerek
Di apotek ada dua jenis obat, yaitu obat generik dan obat bermerek. Obat generik adalah obat yang namanya sesuai dengan isinya. Misalnya parasetamol, amoxicilin, ampisilin, dll. Sementara obat bermerek adalah obat yang namanya berbeda dari isinya. Misalnya PT Sanbe Farma membuat obat berisi parasetamol yang diberi merek Sanmol, lalu membuat obat berisi amoxicilin yang diberi merek Amoxan.
Harga obat-obat bermerek ini lebih mahal daripada obat generik. Memang obat-obat bermerek ini bisa jadi kualitasnya lebih bagus daripada obat generik. Tapi selisih kualitasnya tidak sejauh perbedaan harganya. Lagi pula, obat-obat generik ini sebetulnya sudah memenuhi standar SNI.
Di Indonesia ada puluhan pabrik obat yang besar, yang produknya banyak tersedia di apotek. Ada yang kualitasnya bagus-bagus, level A, seperti Kalbe Farma dan Sanbe Farma. Tapi ada pula pabrik yang kualitas produknya masih level B. Yang lebih tahu tentang ini adalah apoteker dan dokter.
Intinya, kalau Anda mencari obat dengan merek tertentu di apotek, dan ternyata stoknya tidak ada, sudah mencari ke apotek terdekat dan semuanya kosong, sebaiknya tanyakan ke apoteker apakah ada obat yang isinya sama dan kualitasnya sepadan. Tidak perlu merepotkan diri sampai mencari ke apotek di kota.
Tidak perlu fanatik dengan merek. Sebab sikap fanatik, dalam hal apa pun, hanya akan membuat hidup kita jadi repot.